Dari Anak Perempuan Ayah-Ibu

Katanya takut pada kematian itu lebih buruk daripada kematian itu sendiri.

Hal yang paling menyedihkan dalam perjalanan hidup & bertumbuhnya kita adalah bahwa orangtua kita juga semakin menua. Dan di sisi lain, seiring dewasanya kita, akan semakin berkurang waktu di rumah bersama keluarga, khususnya orangtua.

* * *

Memasuki usia sekolah, saat SD, awalnya mungkin kita menangis karena tidak mau ditinggal ibu saat jam pelajaran berlangsung. Lama-lama terbiasa dan betah 8 jam di sekolah meski pulangnya masih dijemput. Ada ayah yang sabar menungguimu di depan sekolah, yang mau bersusah payah mencarikan parkir mobil yang naung, supaya kamu tidak kepanasan masuk mobil nanti.

Di jalan menuju rumah, ceritamu tidak pernah berhenti tentang pelajaran, nilai, teman-teman dan segala hal yang terjadi di sekolah tadi. Beruntungnya Allah jadikan beliau yang sabar sebagai ayahmu. Sampai di rumah, ada ibu menyambut dengan makanan yang sudah siap tertata rapi. Kamu mengulang lagi ceritamu di jalan tadi, agar ibu juga tahu. Beruntungnya  Allah jadikan beliau yang penuh kelembutan sebagai ibumu.

MasyaAllaah.

Rumah yang hangat dengan kebersamaan dan kasih sayang yang akan sangat kamu rindukan ketika dewasa nanti.

Saat SMP, waktumu di luar rumah bertambah lagi oleh sebab kegiatan-kegiatan tambahan. Biaya sekolah dan pengeluaran lain untukmu juga bertambah. Beruntungnya kamu karena Allah jadikan orangtuamu mampu untuk terus mendukung, dari segi finansial dan moril.

Namun, anak perempuan ayah-ibu kini sudah beranjak remaja. Dunianya bukan lagi sekedar belajar dan bermain. Dunianya kini sedikit lebih luas, teman-temannya lebih banyak dan rasa ingin tahunya semakin tumbuh. Ia semakin akrab dengan teknologi. Beruntungnya karena Allah titipkan anak perempuan itu pada ayah-ibu yang tidak pernah mengekang namun sebaliknya, mendukung!

Jika saja ayah-ibu kekang, mungkin berkembangnya tidak akan semekar kini. Ia ikuti banyak lomba, ia ikuti banyak sayembara dengan dukungan internet dari ayah-ibu. Hingga ia bahkan punya tabungan dan uang jajan sendiri hasil juara. Terimakasih Yah, Bu. Betapa beruntungnya ia dititipkan pada ayah-ibu dengan open minded dan bijaksana seperti kalian.

MasyaAllaah.

Memasuki SMA, ayah-ibu terus berusaha memberi yang terbaik untuk anak perempuan mereka. Ayah-Ibu bahkan rela melepas anak perempuan semata wayang mereka untuk pergi demi pendidikan yang terbaik. Pada mulanya beda kota lalu kemudian semakin jauh terpisah oleh jarak hingga beda negara.

Dan kini hampir habis tahun ke-5 sang anak perempuan merantau. Ia bukan lagi sekadar "anak", ia telah menjadi seorang gadis. Seorang pejuang sarjana, mahasiswi di fakultas yang konon menjadi dambaan (HAMPIR) semua orangtua untuk anaknya. Beruntungnya ia Allah titipkan pada orangtua yang amat sangat luar biasa.

Satu kesedihan anak perempuan ayah-ibu adalah . . . bahwa ayah & ibu semakin menua di seberang benua sana. Seluruh proses penggapaian cita-cita ini tidak dengan cepat selesai Yah, Bu. Dan ini hampir masuk pada tahun ke-6 kita yang hanya bertemu sekali per tahun.

Aku tidak bisa meninggalkan proses yang masih panjang ini, karena ini bukan tentang diriku sendiri. Tapi tentang kalian, kebahagiaan dan kebanggaan kalian. Aku tahu ini bukan cita-citaku semata, tapi cita-cita kalian juga. Aku ingin membahagiakan kalian dengan keberhasilan di jalan ini, Yah, Bu.

Namun, rasanya sudah sangat panjang waktuku habis tanpa membersamai kalian. Tanpa melihat kalian setiap harinya dan menjadi teman Ayah-Ibu di usia yang kian senja.

Ini berat ketika selalu terbersit pilihan antara tetap di sini untuk cita-cita namun jauh dari ayah-ibu atau berhenti dan meninggalkan semua impian itu untuk kembali pada ayah-ibu.

Namun jika pemikiranku tidak salah, sepertinya yang terburuk adalah jika aku memilih untuk berhenti dari proses, menyia-nyiakan seluruh pengorbanan ayah-ibu dan kembali tanpa menjadi apa-apa, tanpa keberhasilan cita-cita.

Tidak peduli seberat apa perjuangan ini untukku, akan lebih berat lagi jika harus melihat kesedihan ayah-ibu sebab kegagalan anak perempuan mereka mewujudkan impian & mengusahakan harapan mereka menjadi nyata.

Aku memohon pada Allah, agar memanjangkan usia ayah-ibuku dalam kesehatan dan kebahagiaan dengan ketaatan padaNya. Aku mohon pada Allah agar selalu memapankan orangtuaku agar terus mampu mendukung dan menjadikan anak-anak mereka sukses.

Ketakutan terbesarku adalah . . . berpisah dengan ayah-ibu tanpa bisa bertemu walau hanya setahun sekali.

Karenanya ya Allah, panjangkan usia mereka dalam kebahagiaan, kesehatan, kesejahteran dan ketaatan pada perintahMu. Mudahkan perjuanganku dalam proses ini, baikkan seluruh hasil dan penggapaianku dimasa depan, lalu kumpulkan kami dalam kebersamaan seperti saat dulu.

Aamiin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhirnya, Sumpah Dokter! (Flashback Koass)

OSCE. Smt 3: END!

Berbaik-baik agar Baik