Ambil Saja!

Pernah ga sih kalian ngerasa kayak "Ini milik aku.", "Pokoknya ini udah aku genggam!", "Ga ada yang boleh ganggu, ini punyaku!" dan perasaan lain semacam itu. Lalu ketika ada yang 'mengambil'nya, hati langsung kesel, kecewa, marah, benci sekali dengan orang yang merebut.

Aku, sih, jujur pernah.

Kemana kalian pergi mencari ketenangan disaat kecewa? Dengan siapa kalian curhat saat sedih yang amat sangat? Sedih karena 'kehilangan' atau 'ditinggalkan', misalnya(?)

Rasanya baru saja kemarin aku merasa rapuh, jatuh dan (ibaratnya) untuk menegakkan kepala saja tidak mampu. Bagaimana pengekspresian kecewaku? Berkoar mungkin iya, tapi sebatas tulisan dan relatif sebentar lalu menguap begitu saja, selebihnya aku pilih untuk menyimpan sendiri. Kalau mau nangis, ya, cukuplah nangis saat sendiri. Hm engga sih, bukan sendiri! Lebih tepatnya berdua, dengan Allah.

Terkadang menjadi tidak tau itu lebih baik daripada tau lalu menambah kesedihan dan kecewa. Tapi, yang namanya hati, kalau kata akal "Tahan diri, jangan mencari tau lagi!" si hati malah makin ngotot mencari tau. Akhirnya, yah, makin terluka.

Ketika kita begitu kecewa disaat ada orang lain yang mengambil alih apa yang kita rasa itu adalah milik kita, hati langsung berontak. Wajar, sih, namanya juga manusia.

Tapi, pernah ga sih mikir, jangan-jangan memang ini rencana Allah untuk membuat apa yang sudah kita genggam itu pergi lalu digantikanNya dengan yang lebih baik. Boleh jadi kita sangat amat menyukainya sampai hati pun berencana untuk "Hanya dia saja.", tapi Allah tau dia tidak sebaik itu untuk kita. Ya, mungkin dia baik, tapi bukan yang terbaik. Dan Allah sudah siapkan yang jaaaauhh lebih baik, lebih tepat, lebih cocok dengan hati kita, dengan keadaan kita, dengan impian kita, dengan posisi kita. Asal kita mau ikhlas, katakan dengan lantang pada dia yang telah mengambil alih apa yang sudah kamu genggam: "Ambil saja! Ambil sesukamu, bawa pergi jauh-jauh". Lalu tinggalkan, jangan pernah pedulikan lagi, jangan menoleh lagi, teruslah berjalan ke depan sebab yang terbaik yang sudah Allah siapkan itu ada di depan sana.

Apa kata-kataku tadi nyata? YA, ITU NYATA!

Aku mengalaminya dalam sebuah kejadian sederhana.

Saat itu aku melakukan penerbangan dari luar kota. Aku sudah mengusahakan check in lebih awal supaya lebih leluasa untuk request seat di samping jendela. Dan berhasil, aku dapat seat nomor 17 tepat di sisi jendela.

Saat tiba waktu masuk pesawat, aku berjalan seperti biasa, disapa ramah para pramugari dan langsung menuju seat sesuai yang tertera di boarding pass. Tapi, qadarullah, seatku sudah ditempati oleh orang lain yang dengan enteng menyerobot, mengambil dan mengklaim hakku. Dengan santainya dia mengatakan "Oh, ini mungkin saya salah tempat," sambil membuka boarding passnya dan tetap duduk di tempat itu, di seat yang harusnya milikku, tanpa bergerak sedikit pun apalagi mempersilakan aku duduk. Aku marah? Iya! Aku kecewa? Iya! Dalam hati boleh jadi aku bergumam, "Ini pesawat, ada aturan. Lu kira di gerbong kereta api kelas ekonomi duduk seenak jidat rebutan sesuka hati???" Tapi, aku tidak mengungkapkannya. Ya, cukup berkoar dalam hati dan memberontak dalam diam.

Apa yang ku lakukan? Diamku itu mungkin Allah nilai sebagai sebuah usaha untuk menerima, untuk ikhlas.

Apa yang terjadi kemudian? Atas kuasa Allah, salah satu pramugari langsung melayani dengan ramah, mengajakku untuk pindah ke seat lain. Dan itu adalah seat nomor 2, di sisi jendela. Sangat amat depan dibanding seat yang sudah dituliskan diboarding pass-ku! Di seat itu lebih nyaman, relatif lebih stabil daripada di belakang yang dekat dengan mesin, bahkan 5 baris paling depan lumayan kosong, sehingga lebih leluasa untuk istirahat selama flight.

Dalam hati, ku katakan "Ambil saja! Rebut milikku. SubhanAllah, Dia telah gantikan dengan yang jauh lebih baik!"

Maa sya Allaaah!

Banyak hal yang rasanya mustahil terjadi, namun Allah mampu membuat itu menjadi nyata. Banyak kekecewaan yang bisa kita barter menjadi kebahagiaan tak terkira melalui ikhlas. Banyak ni'mat Allah yang bisa kita 'beli' dengan meninggalkan apa yang Dia larang dan mendekat pada yang halal.

{Allahummakfina bi halaalika 'an haraamika, wa aghninaa bi fadhlika 'amman siwaak}

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhirnya, Sumpah Dokter! (Flashback Koass)

OSCE. Smt 3: END!

Berbaik-baik agar Baik