Tapi, Pernahkah Lelaki . . .

Saat seorang lelaki melihat perempuan, mungkin ia terkesan karena kecantikan wajah perempuan itu, mungkin pula akan ada rasa ingin memiliki.

Tapi . . . Pernahkah lelaki menelisik lebih jauh? Berpikir seberapa besar pengorbanan sang perempuan merawat wajahnya, berapa puluh kali sudah ia bolak-balik ke dokter kulit, berapa bilah jarum yang ditancapkan pada wajahnya, berapa tetes air mata tanpa sadar keluar menahan sakit karena tusukan jarum itu, berapa lama ia harus berdiri di depan cermin sebelum tidur memastikan wajahnya benar-benar bersih, berapa besar yang diberikan ayah perempuan itu sehingga ia dapat merawat wajah tanpa harus kelaparan karena merogoh dompet dalam-dalam untuk wajah terawat yang ternyata membuatmu terkesan.

Saat seorang lelaki melihat perempuan, mungkin ia terkesan karena kemampuan memasak perempuan itu, mungkin pula akan ada rasa ingin memiliki.

Tapi . . . Pernahkah lelaki mencermati lebih teliti? Berpikir seberapa besar kesabaran mama dari perempuan itu mengajarinya berbagai resep, berapa banyak uang yang dikeluarkan sang ayah untuk anak perempuannya membeli bahan-bahan kue dan kudapan yang tak jarang hasilnya gagal, gosong, berakhir di tempat sampah karena tak dapat dimakan sama sekali. Pernahkah kamu, lelaki, berpikir sudah berapa banyak waktu yang ia habiskan di dapur untuk terus mencoba menu-menu yang enak, disukai setiap lidah, termasuk lidahmu yang pernah mencicipinya?; "Ini masakan anak kami," kata mama dari perempuan itu padamu dan orang-orang.

Saat seorang lelaki melihat perempuan, mungkin ia terkesan karena rajinnya perempuan itu, mungkin pula akan ada rasa ingin memiliki.

Tapi . . . Pernahkah kamu, lelaki, mencari tahu lebih dalam? Sudah seberapa sering mamanya memberi nasihat dan akan terus menasihati dengan hati, tanpa bosan, tanpa marah? Perempuan yang kamu lihat rajin sekali mencuci pakaian miliknya, orangtua bahkan adik-adiknya . . . Dia melakukannya dengan riang padahal melelahkan. Pernahkah kamu mencari tahu kenapa? Pernahkah terpikir olehmu, lelaki, betapa perih kulit telapak tangannya karena detergen dan pemutih pakaian? Dan pernahkah terpikir olehmu bahwa ayahnya memberi hand lotion sebagai reward karena ia telah rajin, hingga akhirnya tak kau lihat sedikitpun kulit telapak tangannya mengelupas?!

Semua itu bukan tanpa pengorbanan.

Saat seorang lelaki melihat perempuan, mungkin ia terkesan karena cara berpakaian perempuan itu sangat rapi atau bahkan parlente, mungkin pula akan ada rasa ingin memiliki.

Tapi . . . Pernahkah lelaki bertanya lebih detil, seberapa populer merk pakaiannya, seberapa besar angka yang dikeluarkan sang ayah untuk pakaiannya, seberapa telaten sang mama menemaninya mencari pakaian yang benar-benar pas untuk perempuan itu dan ternyata tak sengaja membuatmu terkesan.

Saat seorang lelaki melihat perempuan, mungkin ia terkesan karena kecerdasan perempuan itu, mungkin pula akan ada rasa ingin memiliki.

Tapi . . . Pernahkan lelaki melihat lebih dekat, seberapa sabar mamanya mendidik dia sejak kecil, seberapa besar ambisi ayahnya memilihkan ia sekolah terbaik, berapa kaleng susu dan vitamin untuk mengoptimalkan tumbuh kembang otak dan fisik yang sudah ia teguk, berapa sering ia tidak tidur seharian-semalaman untuk belajar, betapa nyaring raungan tangisnya saat ia merasa gagal karena tidak mendapat nilai tertinggi di kelas, berapa besar mimpinya untuk selalu menjadi yang terunggul, berapa banyak waktu bermainnya tersita untuk buku dan segudang hapalan, berapa besar pengorbanan mama & ayah untuk mendukung seluruh cita-citanya?

Sekali lagi . . . semua yang membuatmu terkesan itu, bukan tanpa pengorbanan.

Lalu kamu meminta izin pada ayahnya untuk memiliki perempuan itu?

Seberapa yakin kamu, lelaki, akan mampu menggantikan mama-ayahnya? Seberapa besar kerelaan hatimu untuk memperlakukan dia dengan sikap sebaik mama-ayahnya? Seberapa ikhlas hatimu menuntunnya seperti yang telah dilakukan mama-ayahnya? Seberapa tulus perasaanmu untuk memilikinya tanpa menghentikan mimpi-mimpi yang sedang berusaha ia raih? Sudah yakinkah kamu untuk meneruskan pengorbanan mama & ayahnya untuk menjadikan perempuan itu terlihat mengesankan?

Cita-cita perempuan itu adalah perpanjangan mimpi dari mama & ayahnya, atau bahkan keluarga besarnya. Jadi, sudahkah kamu pikirkan seberapa besar ketulusan hatimu memiliki kelebihannya, menerima kekurangannya dan mendorong ia lebih tinggi menggapai seluruh cita-citanya? Karena itulah pengorbanan besar mama & ayahnya untuk seorang perempuan yang ternyata membuatmu terkesan.

Kau yang memiliki perempuan itu, mestilah kau yang berhati ikhlas, bersikap lembut dan mendukung setiap cita-citanya tanpa henti seperti yang telah dilakukan mama & ayahnya selama ini . . .

-----* * *-----

oleh Fauziah A. Aziz
-setiap karya memiliki hak cipta, tolong untuk TIDAK menyalin/copy-paste tanpa menyertakan nama penulis asli & sumber (link blog ini).

Terimakasih, pembaca☺

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Akhirnya, Sumpah Dokter! (Flashback Koass)

OSCE. Smt 3: END!

Berbaik-baik agar Baik